Di Indonesia, yakni negara yang mayoritas berpenduduk muslim
terbesar di dunia, perayaan Hari Valentine dari tahun ke tahun diselenggarakan
dengan gegap gempita. Sebagaimana halnya kaum muda di seluruh dunia, kaum muda
Indonesia merayakannya dengan penuh gairah.
Semua media, terutama televisi, menyambut kemeriahan itu dengan penuh
antusiasme. Maklum di tengah hingar-bingar itu terkandung potensi pendapatan dari
iklan yang nilainya hingga puluhan milyar
Maka para pemuka muslim yang gerah segera mengingatkan
masyarakat muslim tentang asal-muasal hari Valentine yang belakangan berkembang
menjadi persekongkolan antara kaum Zionis dan kaum Kapitalis untuk mengubah
pola pikir anak muda di seluruh dunia, juga untuk mengeruk sebanyak mungkin
uang dari saku mereka.
Sejarah Hari Valentine
Hari Valentine bermula dari Hari Lupercalia yakni
sebuah festival yang diselenggarakan di zaman Roma Kuno setiap tanggal 15
Februari. Festival ini untuk menghormati dewa Faunus, Lupercus (Dewa
Kesuburan), dan Romulus. Pada mulanya Lupercalia adalah ritual agama pagan
untuk kesuburan pertanian, juga untuk menghilangkan seluruh penyakit dan
penderitaan sebelum musim semi mengganti
musim dingin pada pertengahan Februari. Pada saat itu para petani berdoa untuk
keberhasilan panen dan kesehatan ternak-ternak yang baru lahir agar tidak
diganggu serigala.
Sebagian di antara mereka bahkan tak hanya berdoa
untuk pertanian tetapi juga meminta keberuntungan, kesehatan, dan kesuburan.
Kesuburan di sini identik dengan kemampuan kaum perempuan memberikan keturunan.
Pada masa itu ketidaksuburan atau kemandulan dianggap sebagai penyakit dan
kutukan. Nah, saat festival Lupercalia para perempuan memohon kehamilan dan
kemudahan melahirkan pada saatnya kelak.
Upacara pertama dilakukan di Lupercal, sebuah gua di
mana Romulus dan Remus –legenda pendiri kota Roma- dikisahkan diasuh oleh
seekor serigala betina saat keduanya bayi. Di gua itu dilakukan upacara kurban
binatang dan pesta yang panjang, biasanya hewan yang dikurbankan adalah kambing
atau anjing muda sebagai symbol hasrat seks yang tinggi. Dua pemuda keturunan
bangsawan dihadapkan pada pimpinan festival Lupercalia, yang disebut Luperci.
Kening kedua pemuda disentuh dengan pedang yang telah dicelup ke darah hewan
kurban. Luperci lainnya menggosok cucuran darah pada pedang dengan wol yang
telah dicelup ke dalam susu. Setelah upacara kurban selesai, Luperci mengambil
daging lalu memakannya dengan banyak anggur.
Setelah itu para pendeta meninggalkan gua, mereka
berlari mengitari tujuh bukit di Roma hanya mengenakan celana dalam yang
terbuat dari tujuh lembar kulit kambing yang dikurbankan sebelumnya. Berlari sambil
mengayun-ayunkan cemeti, pendeta memurnikan apa saja dan siapapun yang
dilaluinya. Kaum wanita berbaris sepanjang jalan menyongsong pendeta yang
tengah berlari, mengasongkan tangan atau memalangkan badan ke arah pendeta
untuk menerima ayunan cemeti dari kulit hewan kurban saat melewati mereka.
Selanjutnya mereka melakukan lotere atau undian seks dengan memasukkan tablet berisi
nama-nama perempuan Roma dalam sebuah kotak untuk kemudian diundi. Pada hari
itu aturan dan etika sosial diperlonggar. Para laki-laki dan perempuan tanpa
malu-malu bercumbu dalam pesta seks yang banal.
Ketika Kaisar Augustus berkuasa di Roma, dia membangkitkan
kembali tradisi Lupercalia yang sudah
surut, untuk kepentingan politik. Namun dia mengubah secara radikal tata cara
perayaannya. Saat itu tingkat kelahiran di Roma menurun tajam yang membuat
imperium Romawi khawatir akan keberlangsungan regenerasi untuk pasukan mereka
di perbatasan terjauh.
Pada tahun 496 M, Paus Gelasius menghapuskan
festival Lupercalia dari kalender Gereja
karena dianggap warisan berhala dan amoral. Sebagai gantinya, Sri Paus
menisbahkan hari Valentine pada tanggal 14 Februari sebagai penghormatan pada
orang-orang suci (santa/saint). Gereja mengubah tradisi undian cinta pada hari
Valentine menjadi perwujudan cinta pada para Santa. Seseorang mengambil secara
acak nama-nama orang suci dalam kotak, dan untuk tahun berikutnya dia berusaha
menirukan kehidupan serta perilaku orang suci yang namanya dia ambil.
Tentang Saint Valentine
Masih terdapat perdebatan sekitar siapa sebenarnya
Saint Valentine. Setidaknya tedapat tiga nama Saint Valentine yang tersebut
dalam daftar para martir tanggal 14 Februari. Ketiganya memiliki ceritanya
masing-masing. Satu di antaranya mengatakan bahwa Saint Valentine adalah
seorang pemdeta yang dihormati pada era Kaisar Claudius II. Saat itu Roma
selalu terlibat peperangan untuk mempertahankan wilayah atau ekspansi
kekuasaan. Peperangan yang berkepanjangan itu mengakibatkan warga Roma merasa
letih dan enggan ikut berperang. Para suami tidak ingin meninggalkan
keluarganya, para pemuda pun enggan jauh dari kekasih hatinya. Melihat itu,
Claudius II mengeluarkan moratorium mengapuskan seluruh pernikahan. Semua
jalinan percintaan harus putus saat itu juga. Mereka yang melanggar dijebloskan
ke dalam penjara.
Hal ini ditentang oleh Saint Valentine. Diam-diam dia
memberkati pasangan muda-mudi yang mendatangi kuil untu menikah. Maka Valentine
pun menjadi sahabat ratusan pasangan muda-mudi di Roma. Hinga hal itu didengar
oleh Kaisar. Valentine diseret dari tempatnya beribadat. Suara orang-orang yang
membelanya tak berarti sama sekali. Oleh Sang Kaisar, Valentine dijebloskan ke
penjara bawah tanah hingga dia menemui ajalnya di situ. Teman-temannya yang
setia menguburkan jenazah Valentine di gereja St. Praxedes tanggal 14 Februari.
Dari Lupercalia ke Valentine
Meski telah sekian lama menegakkan ajaran Kristiani,
Gereja tak mampu menghapus memori rakyat Roma tentang perayaan Lupercalia,
padahal Gereja telah memberikan dasar-dasar kisah Saint Valentine sebagai ganti
ritual Lupercalia. Gereja telah berupaya mengganti undian cinta denan undian
nama-nama Santa. Namun, tetap saja undian cinta pasangan muda-mudi kerap
diadakan pada perayaaan Lupercalia yang berganti menjadi festival Valentine.
Di abad ke-19, Paus Gregory XVI menyumbangkan patung
Saint Valentine ke Gereja Whitefriar Street di Dublin, Irlandia, tempat yang
sangat popular bagi para peziarah tanggal 14 Februari. Hal ini merupakan upaya
gereja Katolik untuk mengambil hati penduduk Roma agar mau memeluk Kristen.
Pada tahun 1969, hari Valentine yang oleh Paus
Gelasius II sempat dimasukkan dalam kalender Gereja, dihapus dari kaleder dan
dinyatakan sama sekali tidak memiliki asal muasal yang jelas. Gereja pun
melarang peraayaan Valentine oleh umat Kristiani. Namun larangan itu tetap
dilanggar dan hari Valentine masih saja diperingati oleh banyak orang di dunia
(hinga kini).
Berkomentarlah dengan sopan. ConversionConversion EmoticonEmoticon