Search This Blog

Cinta Kok Pake "Karena" ?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1jlY_Q-z4SbGadeaFh3-JR5olOy3XCzRjwzHC_KlOI0p7mfsbHmOSLmM8-VKuPzGlD48x4Yd5o0Zf13rxLjUoBsfS9VRZUbP1I2ssW2bGwe3fIeI2eK1P-Plpig2SdjbBZJv9tqgixhk/s1600/because+b-w.PNG

Belakangan ini banyak aktivis dakwah baik di dunia nyata maupun di dunia maya begitu masiv dan gencarnya berdakwah tentang masalah cinta, terutama soal cinta remaja, cinta anak muda, dan segala macam jenis cinta diungkapkan baik melalui lisan maupun tulisan. Entah isi esensi dari tulisan itu berupa sindiran, ejekan, hinaan dan bersifat subjektif dan tendensius kepada orang yang salah dalam menggandrungi cintanya. Sebagai salah seorang aktivis dakwah, penulis juga sadar bahwa banyak anak-anak muda khususnya anak remaja yang salah menggandrungi cintanya. Tetapi bukan berarti kita seenaknya menyindir, menghujat , mencemooh bahkan mencaci-makinya. 

Fenomena beberapa atau bahkan banyak aktivis dakwah dengan pongah menyampaikan nasihat-nasihatnya tersebut memang harus kita apresiasi semangat dakwahnya dalam membenahi salah satu problematika hidup pergaulan remaja. Tetapi menurut saya segala macam lisan dan tulisan yang mereka siram, buat saya (maaf) adalah nonsense belaka, yang berisi omong kosong tanpa didasari suatu kekuatan bahkan pertanggungjawaban ilmiah. Karena buat apa memberi suatu pelajaran yang menurut saya tidaklah berguna untuk remaja, membahas apa itu cinta dan sebagainya hingga segala macam buku tentang cinta dijual kalangan anak muda. Ada hal yang lebih penting dari itu bagi anak muda, yaitu belajar Fiqih! Belajar Syariah! 

Lucunya lagi beberapa akun dakwah di jejaring sosial, twitter misalnya, dengan pongah akun dakwah bicara syariah, akun dakwah bicara soal cinta dan anak muda yang salah dalam cinta, namun tidak jelas siapa orang yang menyampaikannya, siapa orang yang menukil, siapa orang yang ditukil, siapa gurunya dan siapa guru gurunya?

Namun kali ini penulis rasa perlu juga membahas soal cinta, namun dengan gaya bahasa penulis. Tidak mau hanya sekedar omong kosong belaka, yang hanya akan membuat hati angkuh karena merasa paling suci dan paling benar serta menganggap orang lain yang salah dengan kehinaan. Sekedar tulisan kecil dari orang yang berilmu sedikit, sekedar tulisan sederhana dari orang yang penuh kebodohan. Supaya kita dapat mengimplementasikan cinta, dan kita berbicara soal cinta dalam perspektif ilmiah dan kajian ilmiah.

Kok Pake "Karena?"

Kalau ada orang yang mengaku mencintai kekasihnya masih karena "karena", karena dia ini, karena dia itu, karena dia cantik, karena dia tampan, karena dia baik, karena dia penyayang dan karena yang lainnya. Itu bukan cinta namanya, tapi hanya sekedar kagum.

Kalaupun dia mengatakan itu cinta, ya pasti cintanya tak bertahan lama dan kemungkinan besar pasti berakhir. Karena cinta bergantung pada "karena" itu tadi. Ketika "karena"-nya itu hilang maka hilang juga cintanya.

Cinta "karena" tampan, cantik, berwibaya, berharta, berpangkat. Ketika semua yang di-"karena"-kan itu hilang, maka inti cinta pun entah kemana. Karena sudah tidak ada tempat lagi bagi cinta untuk bergantung ketika yang digantungkannya itu sudah tak ada. "Karena" tak ada, cinta pun tak ada.

Sama dengan model cinta "karena" tersebut itu juga teks-teks syariah. Beberapa nash-nash syariah baik dari Al-Quran dan Hadits Nabi saw ada yang mempunyai "karena" untuk hukum yang dihasilkan.

Jadi hukum yang ada dalam nash tersebut bergantung pada "karena"-nya. Dalam bahasa ulama fiqih, "karena" itu disebut dengan istilah "Illat" atau sebab hukum.
Cinta = Hukum, "karena" = Illat (sebab)

Artinya bahwa hukum tersebut keberadaannya bergantung atas "illat" (sebab) tersebut. Kalau "illat" (sebab)-nya tidak ada maka hilang juga hukumnya, sama seperti cinta yang hilang ketika "karena"-nya lenyap.  

Ini yang mendasari kaidah ushul fiqih:
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
"Al-hukmu Yaduuru Ma'a Al-'Illati Wujudan wa 'Adaman" keberadaan hukum itu berkutat pada keberadaan "illat" (sebab)-nya. Ada "illat" ada hukum, tak ada "illat" tak ada hukum.

"Illat" (sebab) dalam teks syariah ada 2 macam; ada yang [1] Manshushoh (tertulis), dan ada yang [2] Mustanbanthoh (Teristimbat/Ter/Disimpulkan).  

Illat Manshushoh ialah Illat (sebab) yang memang tersebut bersama hukumnya dalam satu susunan redaksi teks syariah itu sendiri. Contohnya:

عَÙ†ْ ابْÙ†ِ عُÙ…َرَ Ø£َÙ†َّ رَسُولَ اللَّÙ‡ِ صَÙ„َّÙ‰ اللَّÙ‡ُ عَÙ„َÙŠْÙ‡ِ ÙˆَسَÙ„َّÙ…َ Ù‚َالَ Ù„َا ÙŠَÙ†ْظُرُ اللَّÙ‡ُ Ø¥ِÙ„َÙ‰ Ù…َÙ†ْ جَرَّ Ø«َÙˆْبَÙ‡ُ Ø®ُÙŠَÙ„َاءَ
"Allah swt tidak melihat kepada siapa yang menjulurkan pakaian-nya dengan sombong" (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadits ini jelas menerangkan tentang kemurkaan Allah terhadap mereka yang memakai pakaian dengan menjulurkan atau memanjangkannya dengan nada sombong dan sejenisnya. Atau biasa yang dikenal degan istilah "Isbal". Dan hadits semacam ini banyak redaksinya bukan hanya ini saja.

Karena ini kemurkaan, maka hal ini (menjulurkan panjang kain) itu menjadi haram hukumnya. Akan tetapi Ulama menyimpulkan bahwa "ancaman" kemurkaan Allah itu hanya kepada mereka yang melakukannya karena "sombong".

Ulama berpendapat bahwa keharamannya itu bergantung kepada illat-nya yaitu "khuyala'" (sombong). Jadi ketika Illat-nya itu hilang maka hilang juga keharamannya.
(Syarhu An-Nawawi Lil-Muslim 14/62)

Sedangkan Illat Mustanbathoh itu ialah Illat yang tidak tersebut dalam nash syariah namun, keberadaannya bisa disimpulkan dari redaksi nash syariah itu. Karena nash syariah-nya sangat menjurus ke arah itu.

Dan mereka yang menyimpulkan pun bukan sembarang orang, akan tetapi para Ulama yang memang mujtahid dan sudah ekspert dalam masalah syariah.

Contohnya: hadits nabi saw:
Ù„َا ÙŠَÙ‚ْضِÙŠ الْÙ‚َاضِÙŠ بَÙŠْÙ†َ اثْÙ†َÙŠْÙ†ِ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ غَضْبَانُ
"Tidaklah seorang Hakim Memberikan putusan hukum ketika ia sedang dalam keadaan marah" (HR Ibnu Majah)

Dalam hadits terdapat larangan bagi seorang hakim untuk memberikan putusan hakim ketika ia sedang marah. Artinya seorang hakim harus netral baik fisik atau pun psikis dalam memberikan putusan.

Ulama dalam hal ini berpendapat bahwa larangan tersebut bukan karena semata-mata "Marah". Illat larangannya bukan karena marah saja, akan tetapi illat larangannya tersebut ialah karena marah itu bisa menggangu konsentrasi seorang hakim dalam menentukan putusan, dan bukan hanya marah.

Jadi segala sesutau yang bisa menganggu pikiran Hakim ketika menentukan putusan itu yang mejadi Illat larangannya. Bisa jadi karena lapar, mengantuk dan sebagainya.

Dengan kesimpulan tersebut, maka dilarang bagi hakim untuk menentukan putusan ketika ia sedang dalam keadaan lapar, atau sedang mengantuk karena itu bisa menganggu pikirannya.

Jadi "Al-hukmu Yaduuru Ma'a Al-'Illati Wujudan wa 'Adaman" keberadaan hukum itu berkutat pada keberadaan "illat" (sebab)-nya. Ada "illat" ada hukum, tak ada "illat" tak ada hukum. 

Dan.... Jangan pernah Cinta seseorang karena "karena", karena bisa jadi "karena" itu hilang maka cinta pun hilang juga.

Ngaku cinta kok pake "karena" ?
Previous
Next Post »

Berkomentarlah dengan sopan. ConversionConversion EmoticonEmoticon