Baru-baru
ini publik dibuat heboh dengan tindakan 'offside' yang dilakukan oleh Presiden
Joko Widodo. Hal yang dilakukannya ialah menerima PSI (Partai Solidaritas
Indonesia) di Istana Negara pada hari dan jam kerja. Tak pelak hal ini sangat
disayangkan oleh masyarakat, lantaran Istana Negara merupakan fasilitas negara
dan segala hal yang di luar kaitannya dengan kemaslahatan negara sangat tidak
pantas dilakukan. Wasekjen PKS, Mardani Ali Sera pada Jumat (2/3) mengatakan
bahwa tidak boleh menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik
praktis. "Hari kerja, di office hour, dan di kantor yang dibiayai negara
adalah kesalahan fatal," tutur Mardani.
Saya jadi
teringat dengan kisah lilin Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Siapapun pejabat di
negeri ini mestinya bercermin pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang merupakan
Khalifah ke-8 dari Bani Umayyah.
Jika di
era sebelum Umar bin Abdul Aziz para pejabat kerap mendahulukan kepentingan
pribadinya saat menjalankan tugas, maka Umar bin Abdul Aziz memperagakan hal
sebaliknya. Tidak ada kepentingan rakyat yang tidak diurus engan baik, tidak
ada kebutuhan rakyat. Kemiskinan diminimalisir bahkan hampir punah, selama
massa pemerintahannya yang hanya berkisar 2-3 tahun saja! Bahkan pada masanya,
sangat sulit mencari orang-orang yang mau menerima zakat bahkan tidak ada lagi,
semuanya ingin menjadi pemberi zakat. Zakat yang dikumpulkan bahkan melimpah
ruah di Baitul Mal.
Kisah
lilin negara ini merupakan antitesa dari kisah PSI yang diterima oleh Presiden
RI Joko Widodo. Sebuah kisah yang terjadi kurang lebih 14 abad lalu, namun
membekas abadi hingga kini.
Suatu
ketika datanglah seorang utusan dari salah satu daerah kepada Umar bin Abdul
Aziz. Utusan tersebut tiba di kediaman Umar bin Abdul Aziz. Setelah mengetuk
pintu, seorang pelayan membukakan pintu untuknya dan menanyakan siapa dia.
Utusan itu berkata, "Aku adalah utusan salah satu gubernurnya, beritahukan
kepada Amirul Mukminin."
Kemudian
pelayan itu beranjak menghampiri Umar dan memberitahukan bahwa telah datang
utusan gubernur. Meskipun larut malam Umar tetap melayaninya, "Ijinkan dia
masuk."
Utusan
gubernur itu kemudian masuk dan Umar memerintahkan pelayan untuk menyalakan
lilin besar. Lilin itu cukup bewsar sehingga mampu menerangi seluruh ruangan
pertemuan. Umar bertanya tentang keadaan penduduk kota, apakah mereka
sejahtera? Umar bertanya tentang perilaku gubernur, apakah dia tetap
menjalankan amanah dengan baik dan adil? Umar bertanya tentang kaum Muhajirin-Anshor,
orang miskin, ibnu sabil, apakah hak mereka sudah ditunaikan? Utusan gubernur
menjawab semua pertanyaan umar tanpa ada yang disembunyikan.
Setelah
semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan gubernur, kemudian utusan
gubernur balik bertanya kepada Umar. "Wahai Amirul Mukminin, bagaimana
keadaan Engkau? Bagaimana keluargamu, istri, ataupun anak-anakmu?". Umar
serta merta mematikan lilin besar yang sejak tadi menerangi ruangan, lalu
meminta pelayan untuk menyalakan lampu minyak kecil di ruangan tersebut.
Sayangnya, lampu minyak tersebut hampir tak bisa menerangi ruangan.
Umar
kemudian menjawab semua pertanyaan utusan gubernur. Beliau menjeaskan tentang
keadaan dirinyya, tentang keluarga, istri , ataupun anak-anaknya.
Utusan
gubernur tertarik dengan perbuatan Umar tadi, kemudian dia bertanya,
"Wahai Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah
aku ihat". "Apa itu?", Umar menimpali. "Kenapa Engkau
mematikan lilin saat aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu?"
Lantas
Umar berkata, "Wahai hamba Allah, ini lilin negara. Lilin yang kumatikan
tadi adalah harta Allah dan harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu
tentang urusan kaum muslimin, maka lilin ini dinyalakan demi kemaslahatan
mereka, karena ini memang milik mereka. Tapi saat kamu menanyakan tentang
keadaanku dan keluargaku, maka akupun mematikan llin milik kaum muslimin ini.
Aku menyalakan lampu minyak kecil ini karena itu memang milikku dan aku beli
dengan hartaku."
Begitulah semestinya pemimpin, tidak menggunakan fasilitas negara untuk
kepentingan pribadi atau golongannya. Apapun fasilitas negara, hanya untuk
kemaslahatan rakyat. Karena sejatinya pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban
atas apa yang ia perbuat pada rakyatnya.
Berkomentarlah dengan sopan. ConversionConversion EmoticonEmoticon