Sangat
sulit belakang ini menemukan figur teladan dalam jajaran pejabat negeri
ini, baik itu yang legislative ataupun eksekutif. Ada tapi jumlahnya
sangat sedikit jika dibanding dengan jumlah keseluruhan para pejabat.
Aneh.
Padahal ia seorang muslim yang jelas tahu mana yang mesti dikerjakan
dan mana yang mesti ditinggalkan. Terlebih lagi bahwa eorang muslim
segala amalnya terikat dengan hukum-hukum taklify; halal, haram dan
sebagainya. Anehnya lagi, beliau adalah mantan organisasi mahasiswa muslim. Bagaimana ini bisa terjadi.
Dengan
kekuasaan dan dengan jabatannya, ia merasa bisa mengelabui hukum
kemudian menjadi orang yang terjaga dari sentuhan-sentuhan hukum.
Pejabat macam apa yang seperti ini?
Saya
jadi teringat kisah Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin KHotthob yang
dengan rendah hati dan kebesaran jiwanya, ia kembali mengoreksi
keputusannya tentang hal "mahar pernikahan" hanya kerena ada seorang
perempuan Quraisy paruh baya yang menegurnya. Karena apa yang diputuskan
oleh sayyidina Umar itu tidak sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Quran
dan Sunnah Nabi SAW.
Karena
banyaknya perempuan yang ingin dinikahi ketika itu meminta mahar yang
cukup besar. Melihat masalah tersebut, Umar mengeluarkan keputusan untuk
membatasi bahwa mahar untuk wanita maksimalnya sampai 400 dirham. Dan
ini keliru, padahal dalam syariah tidak ada pembatasan dalam mahar. Mendengar
keputusan yang keliru seperti itu, seorang perempuan quraisy berdiri
dan langsung menegur sang Amirul-Mukminin: "wahai Amirul-Mukminin!
Tidakkah kau tahu bahwa Allah telah menurunkan ayatnya (An-Nisa' 20)"
Seketika, Umar langusang tersadarkan dan benar-benar menyadari bahwa ia telah salah membuat keputusan. "Ya Allah! Ampunilah aku. Ternyata semua orang lebih pintar dari Umar" katanya setelah mendapat teguran itu.
Kemudian
ia menaiki mimbar dan menarik kembali apa yang telah diputuskannya itu.
Jadi siapapun yang ingin memberikan mahar untuk calon istrinya
dipersilahkan tanpa ada batasan. (Kanzul-'Amal No. 45798)
Tanpa
malu, sayyidina Umar mengungkapkan bahwa ia bersalah dan meminta maaf
kepada perempuan paruh baya itu sekaligus berterimakasih atas koreksi
yang diberikan. Umar yang terkenal gagah tiba-tiba tunduk oleh perkataan
seorang perempuan.
Akhirnya menjadi masyhurlah perkataan sayyidina Umar tersebut yang dalam bahasa Indonesia seperti ini: "Kembali pada kebenaran (walau pahit) itu lebih baik daripada terus menerus dalam kebathilan"
Begitulah
seorang pemimpin. Tetap mau ikut peraturan dan tidak malu mendapat
teguran. Dan ketika ditegur ia langsung mengoreksi diri bukan malah
menghardik si pengoreksi.
Berkomentarlah dengan sopan. ConversionConversion EmoticonEmoticon