Search This Blog

Bercermin dari Seorang Umar

http://english.ahram.org.eg/Media/News/2012/7/8/2012-634773668032549264-254.jpgSangat sulit belakang ini menemukan figur teladan dalam jajaran pejabat negeri ini, baik itu yang legislative ataupun eksekutif. Ada tapi jumlahnya sangat sedikit jika dibanding dengan jumlah keseluruhan para pejabat. 
Aneh. Padahal ia seorang muslim yang jelas tahu mana yang mesti dikerjakan dan mana yang mesti ditinggalkan. Terlebih lagi bahwa eorang muslim segala amalnya terikat dengan hukum-hukum taklify; halal, haram dan sebagainya. Anehnya lagi, beliau adalah mantan organisasi mahasiswa muslim. Bagaimana ini bisa terjadi.

Dengan kekuasaan dan dengan jabatannya, ia merasa bisa mengelabui hukum kemudian menjadi orang yang terjaga dari sentuhan-sentuhan hukum. Pejabat macam apa yang seperti ini?
Saya jadi teringat kisah Amirul Mukminin Sayyidina Umar bin KHotthob yang dengan rendah hati dan kebesaran jiwanya, ia kembali mengoreksi keputusannya tentang hal "mahar pernikahan" hanya kerena ada seorang perempuan Quraisy paruh baya yang menegurnya. Karena apa yang diputuskan oleh sayyidina Umar itu tidak sesuai dengan apa yang ada dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi SAW.

Karena banyaknya perempuan yang ingin dinikahi ketika itu meminta mahar yang cukup besar. Melihat masalah tersebut, Umar mengeluarkan keputusan untuk membatasi bahwa mahar untuk wanita maksimalnya sampai 400 dirham. Dan ini keliru, padahal dalam syariah tidak ada pembatasan dalam mahar. Mendengar keputusan yang keliru seperti itu, seorang perempuan quraisy berdiri dan langsung menegur sang Amirul-Mukminin: "wahai Amirul-Mukminin! Tidakkah kau tahu bahwa Allah telah menurunkan ayatnya (An-Nisa' 20)"

Seketika, Umar langusang tersadarkan dan benar-benar menyadari bahwa ia telah salah membuat keputusan.  "Ya Allah! Ampunilah aku. Ternyata semua orang lebih pintar dari Umar" katanya setelah mendapat teguran itu.

Kemudian ia menaiki mimbar dan menarik kembali apa yang telah diputuskannya itu. Jadi siapapun yang ingin memberikan mahar untuk calon istrinya dipersilahkan tanpa ada batasan. (Kanzul-'Amal  No. 45798)

Tanpa malu, sayyidina Umar mengungkapkan bahwa ia bersalah dan meminta maaf kepada perempuan paruh baya itu sekaligus berterimakasih atas koreksi yang diberikan. Umar yang terkenal gagah tiba-tiba tunduk oleh perkataan seorang perempuan.

Akhirnya menjadi masyhurlah perkataan sayyidina Umar tersebut yang dalam bahasa Indonesia seperti ini: "Kembali pada kebenaran (walau pahit) itu lebih baik daripada terus menerus dalam kebathilan"

Begitulah seorang pemimpin. Tetap mau ikut peraturan dan tidak malu mendapat teguran. Dan ketika ditegur ia langsung mengoreksi diri bukan malah menghardik si pengoreksi.

Previous
Next Post »

Berkomentarlah dengan sopan. ConversionConversion EmoticonEmoticon